Produsen Tempe Berskala Kecil di Ponorogo Terimbas Kenaikan Harga
News, Perekonomian, Ponorogo, Utama 04.54
PONOROGO - Tumadi, seorang pedang kedelai mengungkapkan, kenaikan harga
kedelai tidak banyak berpengaruh bagi produsen besar tahu atau tempe. Menurutnya, produsen tahu dan tempe berskala besar biasanya sudah menyetok bahan baku jika harga kedelai naik.
Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.
"Karena produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar," tegasnya.
Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan harga jualnya.
"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji tahu," ujarnya.
"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.
Seorang produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam hasil produksinya. Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.
"Sejak harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini. Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.
Sedangkan Soinah (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa berproduksi.
"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai kuantitasnya," tandasnya.
Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.
"Karena produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar," tegasnya.
Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan harga jualnya.
"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji tahu," ujarnya.
"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.
Seorang produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam hasil produksinya. Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.
"Sejak harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini. Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.
Sedangkan Soinah (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa berproduksi.
"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai kuantitasnya," tandasnya.
Dikutip : SuryaOnline
PONOROGO -
Tumadi, seorang pedang kedelai mengungkapkan, kenaikan harga kedelai
tidak banyak berpengaruh bagi produsen besar tahu atau tempe.
Menurutnya, produsen tahu dan tempe berskala besar biasanya sudah
menyetok bahan baku jika harga kedelai naik.
Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.
"Karena produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar," tegasnya.
Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan harga jualnya.
"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji tahu," ujarnya.
"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.
Seorang produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam hasil produksinya.
Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.
"Sejak harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini. Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.
Sedangkan Soinah (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa berproduksi.
"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai kuantitasnya," tandasnya. - See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/03/10/produsen-kecil-tempe-di-ponorogo-terimbas-kenaikan-kedalai#sthash.pz09BP0I.dpuf
Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.
"Karena produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar," tegasnya.
Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan harga jualnya.
"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji tahu," ujarnya.
"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.
Seorang produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam hasil produksinya.
Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.
"Sejak harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini. Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.
Sedangkan Soinah (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa berproduksi.
"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai kuantitasnya," tandasnya. - See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/03/10/produsen-kecil-tempe-di-ponorogo-terimbas-kenaikan-kedalai#sthash.pz09BP0I.dpuf
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh Lintas_Daerah
pada 04.54.
dan Dikategorikan pada
News,
Perekonomian,
Ponorogo,
Utama
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas