Produsen Tempe Berskala Kecil di Ponorogo Terimbas Kenaikan Harga

PONOROGO -  Tumadi, seorang pedang kedelai mengungkapkan, kenaikan harga kedelai tidak banyak berpengaruh bagi produsen besar tahu atau tempe. Menurutnya, produsen tahu dan tempe berskala besar biasanya sudah menyetok bahan baku jika harga kedelai naik.

Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.

"Karena  produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per  hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar,"  tegasnya.

Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen  tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan  cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan  harga jualnya.

"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati  kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu  seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji  tahu," ujarnya.

"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.

Seorang  produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan  Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam  hasil produksinya. Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.

"Sejak  harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini.  Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami  tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat  dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.

Sedangkan Soinah  (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan  baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar  tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan  tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa  berproduksi.

"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya  selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga  naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai  kuantitasnya," tandasnya.
 
Dikutip : SuryaOnline
PONOROGO -  Tumadi, seorang pedang kedelai mengungkapkan, kenaikan harga kedelai tidak banyak berpengaruh bagi produsen besar tahu atau tempe. Menurutnya, produsen tahu dan tempe berskala besar biasanya sudah menyetok bahan baku jika harga kedelai naik.

Tetapi, kata Tumadi, kenaikan harga kedelai yang terus merangkak itu, sangat terasa bagi para produsen tempe dan tahu yang berskala kecil.

"Karena produsen tahu dan tempe berskala kecil hanya belanja 25 kilogram per hari untuk membuat tahu atau tempe yang dijual sendiri ke pasar-pasar," tegasnya.

Selama ini, tambah Tumadi, para pedagang dan produsen tempe maupun tahu biasanya menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan cara mengurangi dan memperkecil hasil produksinya agar tidak menaikkan harga jualnya.

"Biasanya para pedagang tahu dan tempe menyiasati kuantitasnya. Misalnya kalau sebelum ada kanaikan, harga 5 biji tahu seharga Rp 1.000, setelah ada kainakan Rp 1.000 mendapatkan 4 biji tahu," ujarnya.

"Atau Menyiasati dengan jumlah dan harga sama, tetapi besaran irisan tahu atau tempe dikurangi," tambah Tumadi.

Seorang produsen tempe rumahan, Wanti (35), warga Desa Ngumpul, Kecamatan Balong mengaku kalau kenaikan bahan baku kedelai akan berpengaruh dalam hasil produksinya.
Alasannya, dia hanya produsen tempe rumahan yang dalam sehari hanya menghabiskan bahan baku 10 kilogram.

"Sejak harga kedelai naik kemarin sangat terasa bagi usaha rumahan saya ini. Karena hasil jualan hari ini digunakan untuk membeli bahan baku. Kami tak mampu menyimpan stok bahan baku. Artinya produksi kami sangat dipengaruhi harga kedelai hari ini," urainya.

Sedangkan Soinah (50), produsen tahu berskala kecil menegaskan cara menyiasati saat bahan baku kedelai naik, dengan mengurangi ukuran irisan atau jumlah agar tidak menaikkan harga. Apalagi, dalam produksi dirinya mengandalkan tempat penggilingan kedelai milik orang lain agar tetap bisa berproduksi.

"Saya hanya memproduksi sehari 15 kilogram makanya selalu menggilingkan kedelai ke pabrik penggilingan. Jadi saat harga naik keuntungan kami semakin menipis. Makanya harus disiasai kuantitasnya," tandasnya. - See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/03/10/produsen-kecil-tempe-di-ponorogo-terimbas-kenaikan-kedalai#sthash.pz09BP0I.dpuf

JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :



Dikirim oleh Lintas_Daerah pada 04.54. dan Dikategorikan pada , , , . Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas

PENGUNJUNG ONLINE


Bagi temen-temen yang ingin berpartisipasi dalam mengisi blog ini caranya gampang, tinggal kirim Datadiri Anda ke lintas@ymail.com.

Bagi temen - temen yang menginginkan wilayahnya mempunyai blog tersendiri, kami akan membuatkan blog sesuai nama daerah temen tinggal, asal temen - temen bersedia untuk mengisi blog yang temen minta.

Setiap Kontribusi akan sangat bermanfaat bagi kemajuan daerah kita, termasuk generasi saat ini dan yang akan datang.

Bila tulisan yang di kirim mengambil dari sumber lain, Jangan lupa sebutkan sumber tulisan secara lengkap berikut link asal tulisan tersebut.

Tulisan tidak berbau sara, hasutan, mengadu domba, maupun ponografi. Seluruh isi tulisan menjadi tanggung jawab sepenuhnya pengirim. blog ini hanya sebagai sarana untuk menyebarkan isi tulisan.

2010 Lintas PONOROGO. All Rights Reserved. - Designed by Lintas ponorogo