Pengrajin kendang Ponorogo
Kerajinan 00.03
Mukri, 47, perajin kendang di Dusun Sukamakmur, Desa Ngilo Ilo, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo seperti berjalan seorang diri selama 19 tahun menekuni profesinya. Tak ada pembinaan apalagi bantuan pendukung, namun dia berjuang agar tetap eksis di tengah moderninsasi.
Sudarmawan Ponorogo
Bayangkan jika reog tanpa kehadiran kendang. Akan terasa hambar. Sadar akan pentingnya profesinya membuat instrumen pendukung kesenian reog itu, maka Mukri tetap menggeluti usahanya. Jika ditelusuri lebih mendalam, usaha yang dirintis lelaki dua anak ini, juga turut menyokong dan membesarkan nama Ponorogo melalui hasil kerajinannya. Bahkan reog sekarang yang menasional dan mendunia.
Namun, tidak pernah mendapatkan sokongan dana bantuan dari Pemkab Ponorogo. Padahal dia ingin mendapatkan babntuan modal untuk meremajakan peralatan. Mukri pernah diundang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Ponorogo. Akan tetapi, sesampainya di kantor kedinasan itu, dia tidak mendapatkan bantuan modal yang dibutuhkan melainkan hanya piagam penghargaan. dinas meminta Mukri memberikan piagam itu ke bank untuk pengajuan pinjaman modal.
“Meski saya tak begitu mengerti perbankan, saya yakin piagam itu, dapat dijadikan jaminan untuk pinjaman modal,” terang warga Lerang Kaki Gunung Bodro perbatasan Ponorogo – Pacitan ini.
Meski demikian, dia tak pernah putus asal. Dia tetap meyakini, kendang maupun bedug yang diproduksinya menggunakan peralatan sederhana seperti tatah, palu, linggis, dan gergaji manual itu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil produksi pabrikan. Sebulan dia mampu membuat 20 kendang.
“Saya berani adu kualitas dengan kendang hasil pabrikan. Jelas kualitasnya lebih baik hasil tangan saya,” katanya. Rahasianya adalah kecermatan dalam menggarap dan memilih bahan baku. Mukri selalu menggunakan kayu nangka untuk menjaga kualitas suaranya.
Sayangnya, Mukri juga buta soal pemasaran, sehingga dia mempercayakan produksinya kepada pengepul seperti pemilik toko aksesori reog, pemilik galeri peralatan reog yang ada di Ponorogo dan Surabaya. Kendang reog dan kendang bem dia mematok harga Rp 1,3 juta, kendang karawitan Rp 600.000, dan ketipung atau kendang kecil dihargai Rp 60.000 per unit.
Sudarmawan Ponorogo
Bayangkan jika reog tanpa kehadiran kendang. Akan terasa hambar. Sadar akan pentingnya profesinya membuat instrumen pendukung kesenian reog itu, maka Mukri tetap menggeluti usahanya. Jika ditelusuri lebih mendalam, usaha yang dirintis lelaki dua anak ini, juga turut menyokong dan membesarkan nama Ponorogo melalui hasil kerajinannya. Bahkan reog sekarang yang menasional dan mendunia.
Namun, tidak pernah mendapatkan sokongan dana bantuan dari Pemkab Ponorogo. Padahal dia ingin mendapatkan babntuan modal untuk meremajakan peralatan. Mukri pernah diundang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Ponorogo. Akan tetapi, sesampainya di kantor kedinasan itu, dia tidak mendapatkan bantuan modal yang dibutuhkan melainkan hanya piagam penghargaan. dinas meminta Mukri memberikan piagam itu ke bank untuk pengajuan pinjaman modal.
“Meski saya tak begitu mengerti perbankan, saya yakin piagam itu, dapat dijadikan jaminan untuk pinjaman modal,” terang warga Lerang Kaki Gunung Bodro perbatasan Ponorogo – Pacitan ini.
Meski demikian, dia tak pernah putus asal. Dia tetap meyakini, kendang maupun bedug yang diproduksinya menggunakan peralatan sederhana seperti tatah, palu, linggis, dan gergaji manual itu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil produksi pabrikan. Sebulan dia mampu membuat 20 kendang.
“Saya berani adu kualitas dengan kendang hasil pabrikan. Jelas kualitasnya lebih baik hasil tangan saya,” katanya. Rahasianya adalah kecermatan dalam menggarap dan memilih bahan baku. Mukri selalu menggunakan kayu nangka untuk menjaga kualitas suaranya.
Sayangnya, Mukri juga buta soal pemasaran, sehingga dia mempercayakan produksinya kepada pengepul seperti pemilik toko aksesori reog, pemilik galeri peralatan reog yang ada di Ponorogo dan Surabaya. Kendang reog dan kendang bem dia mematok harga Rp 1,3 juta, kendang karawitan Rp 600.000, dan ketipung atau kendang kecil dihargai Rp 60.000 per unit.
Penulis : Sudarmawan
Editor : Sugeng Wibowo
Editor : Sugeng Wibowo
Sumber : pawargo
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh Unknown
pada 00.03.
dan Dikategorikan pada
Kerajinan
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas